top of page

Mendengarkan Pesanmu

Sudah pernah ku katakan,

bahwa aku tidak terlalu suka diberi bunga, hadiah, boneka, dan sejenisnya itu..

Aku lebih suka diberi.. pesan. Nasihat. Tekad. Mimpi.


Bagiku, itu semua menguatkan. Meneguhkan. Menenangkan.

Bagiku, itu pemberian paling memorial. Paling bisa aku kenang dalam hati, dalam benak.


Aku bisa membawanya kapanpun, kemanapun, tanpa harus lupa tertinggal. Karena aku bisa membawanya di setiap langkah kakiku, di setiap suasana.

Sebuah pesan yang disampaikan dari hati tentu akan diterima oleh hati, bukankah begitu? :)


Seperti pesan Papaku saat beliau mengantarkanku untuk pertama kalinya ke kampusku saat ini, IPB. Ketika itu malam hari, aku diantar olehnya. Hanya ada aku dan Papa. Besok aku akan mengurus registrasi kampus sendiri. Kemudian Papaku, seseorang yang bagiku cukup dingin, lantas berpesan padaku, intinya aku harus kuliah dengan kesungguhan, aku harus punya mimpi, aku harus jadi anak sulungnya yang berhasil, hingga pada harapannya yang menurutku bukan harapan sederhana yang mudah diwujudkan: kebanggaan keluarga. Sampai pada kalimatnya ini, aku tercekat. Aku menahan air mata agar tidak sampai tumpah. Sekuat mungkin ku tahan agar tidak sampai jatuh. Cukup menggenang di pelupuk mata saja. Pesannya hingga saat ini masih bisa ku ingat sangat jelas, bahkan suasananya saat itu aku masih bisa rasakan.


Mamaku? Ah ya, pesan beliau sudah tak bisa ku hitung lagi. Segala nasihatnya, seolah menjadi nadiku. Aku anak sulung yang sangat cengeng, dulu ketika aku masih di pesantren, kendalaku yang paling besar adalah merindukannya. Sangat merindukannya. Bahkan bahagiaku saat itu benar-benar sangat sederhana, cukup untuk mendengar suaranya dari telepon saja. Lalu aku kembali tenang. Meskipun saat ini aku tidak lagi seperti itu, tapi tentu saja, aku masih butuh pesan-pesannya. Bahkan kalau suasana hatiku sedang tak menentu, aku hanya ingin memeluknya tanpa harus berkata-kata. Lalu aku tersenyum saja padanya, setelah itu.. aku akan lepaskan pelukan itu dan pergi meninggalkannya. Aku tahu bahwa itu melenakan. Aku tak boleh membuatnya berpikir banyak tentangku. Yah, kini aku harus sadar bahwa bukan lagi saatnya aku masih mengeluh, bercerita banyak tentang masalahku, dan lainnya. Aku bukan lagi anak-anak. Aku anak pertama dari enam bersaudara. Aku harus bisa mendewasakan diriku sendiri.

Aku camkan itu pada diriku sendiri.


Dan.. aku bisa sangat mengingat pesan-pesan yang pernah terlontarkan untukku dari orang lain. Aku menyukai setiap pesan itu. Berusaha menerimanya dengan baik segala kritik dan saran, positif ataupun negatif tentang aku. Aku senang mendengarkan setiap kata yang terucap dari teman-temanku, guru-guruku, orang yang baru ku kenal, siapapun!


Akhir-akhir ini, aku banyak dikuatkan oleh mereka. Teman-temanku yang memberikan pesannya untukku baik secara langsung atau tidak. Aku membaca, mendengarkan dengan senyum yang tak bisa ku tahan, kadang seringkali bercampur dengan rasa haru. Tentang harapan-harapan dan tanggapan mereka padaku. Bagiku semua ini menguatkan setiap langkahku.

Aku melihat wajah mereka saat mereka menyampaikan pesannya untukku. Aku merekam setiap garis dan mimik wajah mereka untuk aku bisa memunculkannya kembali tatkala aku butuh. Saat aku rapuh. Saat aku patah. Kadang ini bisa jadi obat yang sangat ampuh.


Bahkan jika pesan itu bagiku sangat berharga, aku akan menyimpannya selain dalam benakku. Mungkin saat ini aku sedang melankolis, ah biarlah.. toh melankolis bukan melulu tentang sendu, roman, atau sejenisnya itu. Lebih jauh dari itu, ini sekaligus tentang perenungan, tentang pemaknaan.


Sungguh jika kau tanya tentang sesuatu hal yang ku suka, maka akan ku jawab bahwa cukup bagiku pesan yang sarat makna kau sampaikan dengan senyum tulus yang mampu kau berikan. Itu saja. Ya, hanya itu. Aku menyukainya. Sangat menyukainya.


Ohya, tulisan ini sengaja ku buat untukmu juga, untuk kamu yang kelak akan memantapkan diri memilihku, kamu yang akan mengajakku bermimpi tentang banyak hal, menkronketkan setiap wacana yang telah kita buat bersama. Tak perlu takut memikirkanku, memikirkan kesukaanku, dan sebagainya itu. Aku bukan perempuan manja yang akan menuntutmu banyak hal. Aku ini perempuan mandiri. Aku tak ingin banyak merepotkanmu. Aku akan jadi perempuanmu yang tegar, yang teguh, yang meneduhkan tentu saja dengan pesan-pesanmu itu, pesanmu yang bijak dan penuh pemaknaan.


Jika boleh aku berharap, aku hanya berharap bisa mendengarkan pesanmu di suatu sore seperti suasana sore di gambar pohon ini. Aku akan mendengarkannya sambil menatapmu dan tersenyum padamu. Pasti itu akan jadi sore yang paling aku ingat dalam hidupku :)



Recent Posts
Archive
bottom of page